Pages

Selasa, 17 September 2013

Soal Kelapa Sawit, Indonesia adalah \"Timur Tengah\" Dunia


JAKARTA, KOMPAS.com — Soal kelapa sawit, Indonesia adalah "Timur Tengah" dunia. Kalau negara-negara Timur Tengah bisa berjaya lewat cadangan minyak untuk energi, Indonesia dapat juga berjaya sebagai produsen lewat optimalisasi kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati.

"Kelapa sawit hanya bisa tumbuh di negara tropis yang banyak hujan, seperti Indonesia dan Malaysia. Jadi, Indonesia seperti Timur Tengah kalau dalam kelapa sawit," ungkap Unggul Priyanto, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bidang teknologi informasi, energi, dan material.

Unggul mengatakan, Indonesia saat ini sudah merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Produktivitas kelapa sawit Indonesia saat ini sudah 23 juta ton per tahun dan masih bisa meningkat hingga 27 juta ton pada akhir tahun 2013.

Dengan produktivitas tinggi tersebut, Indonesia sebenarnya bisa memanfaatkan kelapa sawit sebagai sumber bahan bakar nabati seperti halnya negara-negara Timur Tengah menggali terus cadangan minyak untuk mencukupi kebutuhan energi. Minyak kelapa sawit bisa menggantikan solar dan premium.

"Saat ini, belum ada solusi untuk menjawab masalah bahan bakar untuk transportasi. Panas bumi berpotensi, tapi itu untuk listrik. Dalam transportasi, listrik baru proven untuk kereta. Mobil listrik masih taraf riset," papar Unggul.

Unggul menjelaskan bahwa penggunaan minyak kelapa sawit untuk bahan bakar nabati bisa menghemat pengeluaran negara untuk energi, menekan impor bahan bakar, sekaligus menjadi kesempatan memulai mengembangkan energi terbarukan secara serius.

Pada Juni 2013, Indonesia mengimpor bahan bakar sebesar 4,4 juta ton dengan harga 95,8 dollar AS per barrel. Sementara, pada Juli 2013, Indonesia mengimpor 4,67 juta ton dengan harga 104,7 dollar AS per barrel. Impor diprediksi terus meningkat seiring pertambahan penduduk dan menurunnya cadangan minyak.

Menurut perhitungan Unggul, dengan harga solar nonsubsidi sebesar Rp 10.300 saat ini, penggunaan bahan bakar nabati bisa dihemat Rp 1.360 per liter. Harga olein yang telah disesuaikan dengan nilai kalor solar sebesar Rp 8.940.

Menurutnya, seandainya kebutuhan BBM Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memenuhi kebutuhan listrik di luar Jawa disubstitusi 50 persennya dengan bahan bakar nabati, maka potensi penghematan bahan bakar minyak sudah 2,35 juta kilo liter. Maka, rupiah yang bisa dihemat sebesar Rp 3,2 triliun.

"Yang jelas, kita bisa tekan atau bahkan sudah tidak perlu impor minyak," kata Unggul dalam konferensi pers "Teknologi Bahan Bakar Nabati untuk Energi Terbarukan sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak" yang digelar BPPT di Jakarta, Senin (16/9/2013).

Unggul memaparkan, saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengupayakan agar industri sawit di Indonesia mau memasok minyak kelapa sawit untuk kebutuhan dalam negeri. Industri selama ini masih memilih untuk mengekspor minyak kelapa sawit yang dihasilkan.

Hal lain yang perlu diupayakan adalah memastikan agar pemenuhan bahan bakar nabati dari minyak kelapa sawit juga bisa dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan. Jika tidak, walaupun energi bahan nabati menghasilkan emisi lebih rendah, penggunaannya akan merugikan sektor kehutanan dan biodiversitas.


View the original article here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar