KOMPAS.com - Pertanyaan paling kerap dilontarkan mengenai Sriwijaya adalah, “Di mana ibu kotanya?” “Di mana istananya?”
Meskipun sebagian besar ilmuwan menyepakati Palembang sebagai pusat Sriwijaya pada periode awal, perdebatan tentang letak ibu kota kerajaan ini selalu muncul. Sebabnya, hingga sekarang belum ditemukan sisa-sisa reruntuhan yang merupakan istana atau keraton Sriwijaya.
Mengenai peluang terjadinya penemuan keraton Sriwijaya, para ahli menyatakan kemungkinannya tipis sekali. “Permukiman Sriwijaya dibuat dengan konsep mendesa,” jelas Nurhadi Rangkuti, Kepala Balai Arkeologi Palembang. “Rumah-rumah dibangun dengan bahan kayu dan bambu berupa rumah panggung atau rumah terapung,” lanjutnya.
Hal tersebut karena lokasi permukiman berada di tepian Sungai Musi yang terkadang meluap. Dataran di wilayah Palembang pada masa silam juga banyak berupa rawa. Hanya bangunan keagamaan yang dibangun oleh Sriwijaya dengan bahan bata merah, mengingat lokasinya berada di tempat yang tinggi.
Catatan Cina di awal abad ke-13 berjudul Chu-Fan-Chi (Catatan Tentang Negeri-Negeri Barbar/Asing) yang ditulis oleh Chau-Ju-kua juga mengonfirmasi hal ini. “Para penduduk Sanfo-tsi (Sriwijaya—red) tinggal secara tersebar di luar kota atau di atas air, dengan rakit-rakit yang dilapisi dengan alang-alang,” tulis Chau-Ju-kua. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar